Total Tayangan Halaman

Rabu, 15 Februari 2017

Aku dan Weekday

Dua hari ini entah kenapa, aku ingin makan diluar, kemarin satu kedai mie telah sukses membujukku untuk singgah, okelah kupikir hujan begini boleh juga..

Dan kali ini, si bulat bernama meatball berhasil menggoda indera penciuman ku dengan aroma nya, okelah.. lagipula ini perut sudah berontak.. dan rasanya sudah lama aku tak datang ke kedai bakso biasa aku makan semasa aliyyah dulu.

ingat kata-kata mama, setiap kali kami bersua via telephone,
"Neng sekarang gemuk apa kurus?" Dengan nada khawatirnya yang tetap sama.
Dan sebenarnya tak perlu ada dua option untuk jawaban pertanyaan itu, tinggi 155 dengan berat badan 43 kilo saja.. kurus

Maka karena kondisi ku yang kutilang (red: kurus tinggi langsing) mama selalu mewanti-wanti
"Neng harus sayang sama diri sendiri jangan terlalu banyak mikirin orang lain, makan siang jangan lupa mulu, kalo kesorean makan diluar aja sebelum pulang.."

Sudah bukan rahasia lagi, setiap kali masuk kampus, makan tidak teratur, kesorean pulang, lelah dan langsung tidur, ditambah paginya sarapan sedikit karena diburu waktu.

Maka tidak heran pernah bobot ku tak lebih dari 40 kg.. bayangkan penampakkannya seperti apa. Cantik sih jadi agak tirus gitu hihihi
Tapi saat libur tiba, badan sedikit melar nambah 5kg.. itupuunn kalo libur bareng mama dan makanan buatannya yang super duper enak.

Aku memang tidak terlalu ingin makan diluar. Ini bukan karena uang, alhamdulillah mama selalu memberikan bekal yang lebih dari cukup di rekening. Hanya saja terkadang aku tidak tega, melihat keponakan ku dirumah, sedang makan apa mereka, sedangkan aku jajan enak disini.
Tapi ya sudahlah.. mama ada benarnya, kalo aku sakit kan bukan aku saja yang riweuh justru orang rumah juga dibikin repot.

Turun dari angkutan umum aku menuju kedai bakso, langsung ku pesan satu porsi dengan teh manis hangat ke kasir tepat di samping pintu masuk.

Tak perlu lama aku memilih tempat duduk dan fix segera mengatur duduk senyaman mungkin. Dengan semangat aku membuka ransel dan membawa satu buah buku bersampul merah jambu yang baru saja kupinjam dari perpustakaan kampus. Sunset in Istambul, tiga kata berbaris rapih dengan dua awan putih menghiasi cover buku karya Suyatna Pamungkas itu.

Novel ini berkisah tentang kehidupan seorang mahasiswa Indonesia yang tinggal di Istambul, Asyam namanya. Namun tepat 2 hari sebelum berangkat dia harus kehilangan ayah tercintanya.  Lembar demi lembar buku aku lahap dengan ringan, sampai tiba pada halaman
15. Kisah ini..

Kisah ini mendobrak plat bernama memori yang ada di hati ku. Dan drama tragedinya berhasil mengumpulkan awan mendung dari luar sana, dan semua bersarang di hatiku. Tidak terasa mataku mulai berkaca-kaca. Dan segera ku atur alur hati, agar emosi nya kembali stabil, lalu ku ambil nafas panjang sambil sesekali menggeser tempat duduk.. pasalnya, kisah ini benar-benar mengingatkan ku pada kejadian 5 tahun silam.

Tiba-tiba saja perasaan itu muncul, rasanya ada kekosongan disana, bukan hati sang pemilik kekosongan itu, kali ini lambung pun mengirim sensor pada bagian otakku.
Ah aku tersadar, tenyata mereka lupa dengan pesanan ku, mungkin karena aku terlalu duduk menyudut.
Kulihat kedua pramusaji itu sedang duduk bersantai, dan satu orang kasir asik dengan laci dan lembaran rupiah.

Dan pengamen itu datang lagi? Benar, saat pertama aku mengambil buku, aku pun mengambil dua koin untuk pengamen itu.
Berarti aku sangat lama menanti pesanan. Sampai-sampai aku dan pengamen itu bertemu kedua kalinya. Dia berkaca mata hitam, dan hanya menatapku tak meminta kepingan koin lagi. Pasti dia tahu, aku, wanita berkhimar pink dengan motif bunga daisy, adalah penghuni teranteng sedari 30 menit tadi, tanpa hidangan. Hanya buku dan dunianya.

Dengan sangat malas dan lapar aku memaksakan diri pergi ke kasir, mengeluhkan pesanan yang tak datang. seketika pramusaji kebingungan sepersekian detik berikutnya segera air wajah pramusaji itu berubah, menyesal, dan segera meminta koki meracik pesanan ku..

Tak lama satu porsi Bakso lengkap dengan sayuran dan pangsitnya telah siap ditemani pula teh manis hangat, tak lupa pramusaji yang kira-kira 3 tahun lebih muda dariku meminta maaf atas kelalaian mereka melayaniku. Aku hanya tersenyum dan berterima kasih. Sebenarnya jika tidak ada rasa lapar yang mendesak tadi, bisa saja aku membaca buku sampai sore disana.

Lalu datang satu orang laki-laki kurang lebih 25 tahunan dan gadis kira-kira kelas 2 aliyyah duduk di kursi depan. Awalnya aku mengira mereka sepasang kekasih, tapi saat (tak sengaja) terdengar mereka bercakap-cakap (ditambah suara parau gadis itu khas santri kebanyakan ngaji), sepertinya mereka kakak beradik, manis sekali pikirku.

Lagi-lagi aku terbentur plat memori lama, sebelum kebekuan menjalar dalam pola sikapku, aku dan dia yang kupanggil kakak dulu persis punya kisah seperti itu, tak jarang teman-temanku iri ketika ku di perlakukan seperti putri oleh dua laki-laki ku. Ah sudahlah, aku kembali menyantap hidangan dihadapanku sambil sesekali menyeruput teh manis hangat. Begitu banyak hal lain yang perlu ku syukuri. Alhamdulillah.

Dua kejadian, yang seolah-olah mengajak ku mendongak ke belakang. Pada Ayah lewat kisah Asyam, dan kakak lewat laki-laki bersama adiknya itu.

Entahlah, kelihatannya kisah ini terorganisir, sengaja Allaah atur. Walau sebenarnya diluar schedule ku tapi inilah yang benar-benar Allaah ingin terjadi. Begitulah.

Pada pembukaan mata kuliah Pengembangan Kurikulum tadi pagi dosennya secara gamblang menjelaskan tentang skala prioritas. Yang mana yang harus didahulukan, dikerjakan dan diselesaikan. Dia menyebutkan, lebih penting jalan-jalan atau kuliah? Kebanyakan menjawab kuliah.

Seolah dosen itu tau schedule ku besok hari. Dalam hati aku menjawab lebih penting jalan- jalan lah ya wkwk
Ah tqpi aku apa bedanya, jalan-jalan dan kuliah sama saja, pikirku, sama-sama menjalankan keharusan. Mengingat besok aku harus mendampingi keponakan ku piknik dari TK nya, menjadi pengganti sosok ibu, tak ada pilihan lain. Jadi jalan-jalan dan kuliah apa bedanya.

Tapi semoga saja ini tetap menjadi bagian dari liburanku.

Nah, makan siang kali ini sama sekali diluar schedule dan biasanya aku tak memprioritaskan. Malahan yang jauh hari di rencanakan justru lupa dilaksanakan.
Seapik apapun kita merencanakan sesuatu, tapi tetap Allaah yang menghendaki.

#minta maaf sama @mine_shop aku nggak bisa tf hari ini dan besok, sambil nangis nggak dapet subsidi ongkir 😂

Terakhir, alhamdulillah
Karena-Nya, sekarang aku pun bisa lebih apik mencermati sekeliling ku, tentang apa-apa yang terjadi memang yang harusnya terjadi. Tentang mereka yang melakoni sesuatu yang sungguh aku tidak suka, ternyata menjadi pelajaran berharga. Bahwa kelak aku tak boleh seperti itu.

Hanya padaMu lah segala akan dipertanggung jawabkan, tentang apa yang terlihat dan tersembunyi saat ini.
Satu dari beribu doa yang selalu ku panjatkan: Allaah beri aku kesabaran, dan konsekuensinya: DIA memeberiku ujian. Allaah begitu adil. Allaahu robbii..

#dailynotes

Sabtu, 11 Februari 2017

Muslimah Corner

Lihat yang cantik, syar'i, istiqomah, hafalan nya nggak tanggung-tanggung 30 juz, tak lupa ngelotok Hadits 'arbain nya..
dan bisa nyempetin waktu buat halaqah, ikut LDK, dakwah, dan apalah-apalah lainnya yang semakin memesonakan sosoknya..
Terkadang aku iri.
Udah gitu kreatif, ini itu sampingan nyari uang jajan..

Sedangkan aku?
Aku ?
Aku !

Ngatur schedule aja amburadul,
Beresin kamar seharian,
beres nya cuma sehari..

Katanya pemimpi, apa bedanya dengan pelamun.. oh Allaah..

Dikasih ujian segini aja kadang harus nangis2, nggak ngerti takdir, putus asa, nyerah.. berkata yasudahlah aku jalan di tempat aja..

Misteri!
Akhirnya aku tersudut.
Kemana takdir akan membawa ku.
Dimana aku akan 'berakhir?'

Oh Allaah..
Terkadang aku tak bisa membedakan..
Mana yang harus ku syukuri dan mana yang harus ku sabari.. keduanya tak jarang aku ingkari..

Namun disana. Sekali lagi disana.. di sebuah sudut bernama hati. Dengan kepingan puzzle yang harusnya tertata rapi. Setelah setiap kali pertahanan ku hancur, selalu adaaaa hal yang membuat ku bangkit. Kembali menata kepingan puzzle itu, yaa
"Tiada yang bisa mengobati lelah selain Lillaah.. "
ku sematkan kuat dalam benak.
Dan percaya, semua kisah sudah tersurat.

Dan akhirnya..
Ketika kesabaran memudar, harapan masih tetap jauh dari kenyataan. Disanalah, akan ada keindahan beribu lipat dari pengharapan. Karena hanya padaNya lah pengharapan diletakkan..

Dan akhirnya..
Ketika beribu doa terus terlantun, namun semuanya tak pernah terlihat mendekat..
Semua akan terjawab. Jika Allaah bukan mempersiapkan diri ini untuk segala yang ku doa. Maka dia mengganti yang lebih memesona dari hanya keinginan mataku saja.. hanya saja kadang diri sulit memahami..

Yaa begitulah hidup, jika manusia tak mempercayai wahyu dariNya, bersiap lah menjadi budak nafsunya..

Allaah mengetahui, kapasitas diri kita yang sebenarnya, jadi Allaah tau dulu kita seperti apa, sekarang kita harus berposisi dimana, dan esok bagusnya bagaimana..
Semua berdasarkan kepantasanNya..
Bukan kepantasan kita atau pun mereka.
Tugas kita hanya berusaha.

Respon pernyataan lebay diatas:
Mungkin saja jika aku hafal hadist-hadits 'arbain, jadi aktivis 😂(ingin banget sebenernya) amanah yang harus ditanggung lebih lebih lebih berat, apalagi kalo ini akhlak masih sangat jauh dari kata benar.. kan nggak lucu ya, hafal segala amalan, sunnah  Rasulullah, tapi kelakuan masih gini-gini aja 😢
Kan nggak lucu, aktivis dakwah tapi masih lakonin "hubungan arus pendek" yang di paksa syar'i, sesuai syariat katanya..
Kan nggak lucu, ngatur jadwal nyuci baju aja masih riweuh, apalagi kajian sana-sini.. (tapi kalo ada partner sih bolehlah) 😂

Barulah aku semakin sadar.
Alhamdulillaaah 😊
Kesimpulannya kun anti ajalah..
Tapi jangan lupa,
LAKUKAN YANG TERBAIK BERDASARKAN KEBENARAN YANG SUDAH DIKETAHUI
Biar nggak salah jalan (lagi) hehehe