Total Tayangan Halaman

Minggu, 31 Desember 2017

Pitstop (awal) Akhir Tahun

Fiiuuh.. uhuk uhuk *ngeprukan blog  yang udah berdebu, yayaya udah lama nggak curhat basa-basi apalagi berbagi inspirasi, padahal banyaaaak banget #dailynotes yang di save nunggu dipost, tapi harus diedit dulu sebenarnya. Yaaa editing nya yang males.

Bulan apa sekarang? Desember. Tanggal? 31. Ohh my wow.. malam tahun baru masehi. Emang ada yang spesial? Nggak.

Lagipula disini bukan mau bahas itu.
Lah? Iya tentang kronologi waktu, ini penulisnya lagi banyak sampah emosi beberapa pekan terakhir, takut jika menuangkan curah perasaan sebelum tanggal main ditentukan.

Oke, biarkan cerita lain yang menjelaskan.

Desember-Januari adalah bulan keramat -bagisaya. Dan mungkin bagi sebagian orang. Sebab ini adalah akhir dan awal tahun *janganbicarasale. Bukan ituuu, sebab..
-pernah diberi kesempatan parkir di Pitstop.

Yaaa 6 tahun lalu ketika masih dalam pemikiran jahiliyah. Rasanya nggak lengkap tahun baru tanpa kembang api dan keluar rumah.

Enam tahun lalu aku mengkerucutkan bibir pada laki-laki tertampan dan tercintaku, si cinta pertama, gara-gara nggak diajak dan nggak dibolehin pergi tahun baruan.
Dia bilang:
"Lihat sayang, kembang apinya cantik ya, sini sini." (sambil melihat keluar jendela).
Aku tak perduli. Samasekali tak perduli!
Lalu kembali asyik dengan handphoneku. Saat itu aku mengutuk keadaan, rumah dan semunyah.

Itu dulu.

Satu tahun kemudian di tanggal yang sama. Laki-laki tercintaku.. ternyata membuatku merindu. Dia tak bersamaku. Aku menyesal, pernah meninggalkannya karena cinta yang lain. Tahun terakhir aku dibersamai olehnya yang ternyata adalah (30) hari-hari terakhir aku bersama dirinya. Dan tahun ini adalah tahun ke 6 aku tanpanya.
-Flash back off-

Ini bagaikan sebuah Pitstop.
Aku harus mengambil keputusan: tetap melaju atau berhenti ditengah jalan.

Bukan hanya banyak hal yang perlu dibenahi di Pitstop sana. Tapi tentang keadaan "diri yang sebenarnya", yang harus diubah pada "diri yang seharusnya."

Yaa ketika kita menempatkan diri pada tempat "seharusnya". Disanalah kita akan faham seutuhnya. Kita yang seharusnya tau: Darimana, dan kemana kita nantinya. Maka disinilah, dimana kita harus menempatkan diri dengan takaran yang tepat sesuai Standar Operasional Penciptaan *SOP kita, didunia.

Dulu, kita yang "sebenarnya" belum faham tujuan penciptaan makhluk, maka sekarang kita yang "seharusnya" harus faham tujuan kita diciptakan sebagai makhluk.

Terimakasih ujian, sudah menjadi Pitstop untuk pengemudi amatiran seperti diriku.

Dari satu pitstop yang menjadi titik balik kemudi itu, ada berjuta makna yang tersimpan, dan hanya menunggu waktu untuk faham semuanya, satu persatu. Yang penting sediakan sebaik-baik penerimaan.

"Oh ini ternyata maksudMu yaa Allaah.."

"Terimakasih, jika bukan karena semua ujian hidup sebelumnya, aku tentu kewalahan ditengah perjalanan hidup selanjutnya."

Dan satu hal lagi, akan ada banyak Pitstop di perjalanan selanjutnya, karena, sirkuitnya adalah kehidupan.

Begitu intinya.

Alhamdulillaah sekarang lebih bisa menikmati ritme hidup, baik buruk, susah senang. Semua ada untuk memberi makna. Semoga terus dan terus berhasil memahamkan diri atas apapun yang terjadi.

Terakhir, tentang Pitstop dan cinta pertamaku. Iya.
Ada banyak hal yang (akhir-akhir ini) aku sadari dan maknanya baru ditemukan -dengan sebenarbenar penghayatan;

"Kehilangan ada kepastian."

Dan ada kehidupan lain yang juga merupakan suatu kepastian. Jika didunia pasir waktu kita berbeda. Ayah, semoga kita berjumpa kembali disana.

Hidup itu butuh Pitstop, berhenti sejenak (jangan kelamaan juga), perbaiki, atur strategi, jalan lagi. 

Senin, 11 Desember 2017

Wake Up Naura! #1

#1 Gerimis dan argumen sore hari
(Flash Fiction Series)
Baca sebelumnya:
http://anarani.blogspot.co.id/2017/12/wake-up-naura.html?m=1

Sudut pandang Naura Niswah Aghnia,
wanita yang sedang mencari pelukis kanvas hidupnya.

Gerimis sore berhasil mendinginkan wajah dengan sapuan angin. Semakin ku benamkan diri dibelakang laki-laki bertubuh tegap, sementara kendaraan roda dua masih melaju pada apa yang dituju.

Tapi berbeda dari itu, dingin nya suasana sore berbanding dengan keadaan hati yang sebenarnya. Bergemuruh. O Allaah apalagi ini..
Izinkan aku memahami maksud-Mu

Argumen laki-laki itu, berhasil membuat benteng pertahananku Iseperti tertabrak, sesuatu yang teramat keras.
Hingga membentur plat memori lama, yang benar-benar aku coba untuk melupakannya. Harapan.

Benar-benar! Aku samasekali tak mengerti apa maksud laki-laki itu. Memberitahuku tentang beberapa kandidat yang dia pilihkan untukku, memuji, menjamin, dan menjanjikan kebahagiaan. Apakah dia lupa, padahal aku sendiri telah mengajukan pilihanku untuk dia pertimbangkan.
Dan meninggalkan harapan yang rasanya tidak akan aku dapatkan.

Menjadi menantu Ajengan.

Lucu memang, aku bukan seorang santri, tapi bermimpi mendapatkan laki-laki yang begitu pandainya dia dalam berbahasa Arab, menguasai kitab kuning, dan hadits, yang terbaru, bahkan sebentar lagi dia menjadi seorang hafidz al-Qur'an. Ah ini semua sukses membuatku mundur sebelum bangun dari tidur. Dia terlalu sempurna, sedang aku tak ada apa-apanya, hafalan juz 30 pun belum rampung di usia kepala dua ini.

"Sudahlah bang, toh dia cuma bilang sedang mencari akhwat padamu, bukan mencariku, iyakan? Bisa saja dia ingin dicarikan jodoh dipondokmu dulu, mungkin yang dia maksud adalah salah satu santriwati Kang Alun. Sudahlah bang aku tak ingin membahasnya lagi!"

Aku mengkerucutkan bibir, menelan kenyataan bahwa aku diambang kebimbangan. Apakah harus memberanikan diri seperti Khadijah, menawarkan diri pada sosok mulia baginda Rasulullaah? Apakah harus aku melakukannya? Kurasa tidak. Karena kenyataannya aku tak sehebat Khadijah. Ataukah aku harus segera mengenalkan laki-laki yang ingin bertamu dan bertemu abangku untuk meminta restu? Kali ini pun aku mengurungkan niat, bukan saat yang tepat. Hah, kau tega membuat adik perempuanmu bingung seperti ini, batinku.

Sementara abangku masih sibuk dengan.. entahlah apa yang dia pikirkan.
Dia tetap fokus pada jalanan.

Wake Up Naura!

Naura adalah bungsu dari 5 bersaudara, dibesarkan dalam keluarga besar Ayahnya dengan limpahan materi. Dia adalah wanita yang superhore, sangat ceria, ramah dan bersaja, siapapun yang melihatnya akan tertular aura positif yang dia pancarkan. 


Namun, saat masa remaja dimulai, tak disangka hidupnya akan sangat berubah, satu persatu ujian datang, dunia seolah tak berpihak lagi, saat itu pula cinta dan kehilangan datang padanya dengan beriringan. 


Bagaimana dia tetap berdiri tegar ditengah badai ujian yang menerpa pohon kehidupan nya, bagaimana kisah cinta dan kehilangan yang mengiringi perjalanan mencari sang pelukis kanvas hidupnya? 


Simak cerita selengkapnya, temukan pesan hikmah dibaliknya.


Finally, setelah (sedikit) tugas kampus, catatan warnawarni, universitas kehidupan, dan curhat basabasi, #beedailynotes launching tema baru. Yeaah.. kali ini #beedailynotes akan nambah koleksi, tentang fiksi, cerita pendek atau Flash Fiction. Walaupun cerpen, ini akan terbagi-bagi beberapa episode. Semoga bisa menjadi hiburan dan diambil hikmahnya bagi pembaca, dan muara sampah emosi bagi penulisnya. 😅😁