Perbincangan kami semakin melebar, quality time si sulung, bungsu dan surganya..
"Nak, ketika syukuran 7 bulanan, Ibu dapat pesan dari sesepuh kampung kita, dia menuliskan pada mukaddimah mushaf Al-Qur'an bahwa, Insyaallaah ibu akan mendapat anak perempuan. Dan alhamdullilaah, kamu lahir."
"Kamu lahir dari doa tulus yang Ibu panjatkan, agar kakak perempuanmu punya teman. Kamu tau kan, dia selalu membantu Ibu, bahkan sejak SMP mandiri mengurus cucian, rumah, dapur, serta kebutuhan 2 laki-laki 'bandel' kita, (sambil lirik kepala suku) bahkan kakak mu sempat menangis, capek katanya. Disana ibu berdoa agar mempunyai satu putri lagi."
"Iya, tapi ibu lupa berdoa supaya dia nggak manja."
Tiba-tiba kakak tertuaku menimpali.
Issh, dasar ya, aku mencari daun telinganya. Dia berhasil menghindar sambil terbahak. Sementara aku masih malu, dalam hati membenarkan.
Tapi ibu membela ku,
"Ih alhamdulillaah segini mah udah ada perubahan".
(Semanja apakah aku dulu.. 😅)
"Ingat? Saat Ibu ingin mendaftarkan mu ke As-syifa? Setelah lulus RA Ibu ingin menitipkanmu disana, karena Ibu sadar ilmu agama yang bisa kami berikan sebatas mengenalkanmu huruf hijaiyah.
Sedangkan disana kamu bisa lebih pandai, apalagi tentang ilmu agama.
Tapi, melihat mu ketakutan, serta terus memeluk Ibu erat, kau berhasil membuat ibu enggan nak, serta membatalkan rencana. Maka cita-cita Ayah dan Ibu mendaftarkan mu ke pesantren harus ditunda."
Nah barulah setelah lulus sekolah dasar justru kau sendiri yang meminta tinggal di pesantren. Ibu senang sekali, tapi walupun begitu, tetap terselip rasa khawatir kami setiap harinya.
"Kau tau, Ayah pernah meminta ibu mengawasimu dari jauh, dari seberang jalan ma'had mu, dari depan rumah Kyai ..
Dari kejauhan, ibu mencari sosokmu di antara mukenah mukenah putih yang lalu lalang, dan akan pulang ketika berhasil menemukanmu dengan kebahagiaan..
Bahkan Ayah berpikir untuk punya sepetak tempat berteduh dekat asrama, agar kami bisa melihatmu.. "
Dalam hati; Keterlaluan, seusia ini aku baru mengetahuinya.. udah berapa tahun berlalu coba.. 8 tahun! 😂
Terharu kan jadinya..
Jadi kalian tak menemuiku?
Hanya melihat dari seberang jalan?
Aku hanya tertawa, dengan mata memerah, segera kusembunyikan wajah dibalik khimar, padahal mati-matian aku menstabilkan emosi baperku. Dasar aku, tak ingin terlihat cengeng, gengsi.
Jarak mudifahku waktu itu sekitar 2 hari sekali (awal masuk), berarti sebenarnya mereka hampir setiap hari menjengukku. Ah jika ada kejuaraan santri tersering di jenguk, maka akulah pemenang nya.. 😅
Rupanya cita-cita terbesar Ayah dan Ibu adalah ini. Alhamdulillaah aku pelopor cita-cita itu (walau paling singkat durasinya 😅). Dan generasi setelahku (2 cucu tertua mama) mereka mengenyam pendidikan madrasah dan pesantren. Dan aku, kami lebih tempatnya, harus meneruskan cita-cita mulia ini.
Ayah Ibu, kalian adalah guru abadi di universiitas kehidupan ku. Sebab banyak hal rumit yang tak bisa kupelajari diluar sana..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar