#1 Gerimis dan argumen sore hari
(Flash Fiction Series)
Baca sebelumnya:
http://anarani.blogspot.co.id/2017/12/wake-up-naura.html?m=1
Sudut pandang Naura Niswah Aghnia,
wanita yang sedang mencari pelukis kanvas hidupnya.
Gerimis sore berhasil mendinginkan wajah dengan sapuan angin. Semakin ku benamkan diri dibelakang laki-laki bertubuh tegap, sementara kendaraan roda dua masih melaju pada apa yang dituju.
Tapi berbeda dari itu, dingin nya suasana sore berbanding dengan keadaan hati yang sebenarnya. Bergemuruh. O Allaah apalagi ini..
Izinkan aku memahami maksud-Mu
Argumen laki-laki itu, berhasil membuat benteng pertahananku Iseperti tertabrak, sesuatu yang teramat keras.
Hingga membentur plat memori lama, yang benar-benar aku coba untuk melupakannya. Harapan.
Benar-benar! Aku samasekali tak mengerti apa maksud laki-laki itu. Memberitahuku tentang beberapa kandidat yang dia pilihkan untukku, memuji, menjamin, dan menjanjikan kebahagiaan. Apakah dia lupa, padahal aku sendiri telah mengajukan pilihanku untuk dia pertimbangkan.
Dan meninggalkan harapan yang rasanya tidak akan aku dapatkan.
Menjadi menantu Ajengan.
Lucu memang, aku bukan seorang santri, tapi bermimpi mendapatkan laki-laki yang begitu pandainya dia dalam berbahasa Arab, menguasai kitab kuning, dan hadits, yang terbaru, bahkan sebentar lagi dia menjadi seorang hafidz al-Qur'an. Ah ini semua sukses membuatku mundur sebelum bangun dari tidur. Dia terlalu sempurna, sedang aku tak ada apa-apanya, hafalan juz 30 pun belum rampung di usia kepala dua ini.
"Sudahlah bang, toh dia cuma bilang sedang mencari akhwat padamu, bukan mencariku, iyakan? Bisa saja dia ingin dicarikan jodoh dipondokmu dulu, mungkin yang dia maksud adalah salah satu santriwati Kang Alun. Sudahlah bang aku tak ingin membahasnya lagi!"
Aku mengkerucutkan bibir, menelan kenyataan bahwa aku diambang kebimbangan. Apakah harus memberanikan diri seperti Khadijah, menawarkan diri pada sosok mulia baginda Rasulullaah? Apakah harus aku melakukannya? Kurasa tidak. Karena kenyataannya aku tak sehebat Khadijah. Ataukah aku harus segera mengenalkan laki-laki yang ingin bertamu dan bertemu abangku untuk meminta restu? Kali ini pun aku mengurungkan niat, bukan saat yang tepat. Hah, kau tega membuat adik perempuanmu bingung seperti ini, batinku.
Sementara abangku masih sibuk dengan.. entahlah apa yang dia pikirkan.
Dia tetap fokus pada jalanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar