Begitulah untungnya 'mengikuti' kelompok yang baik dan mengajak pada kebaikan.
Darimana pun jalannya pasti bertemu 'jawaban'.
Jadi begini yaa namanya juga manusia, kadang lelah bosan dan bla bla dengan rutinitas. Itulah yang terjadi dengan daku, mahasiswi PGMI semester 6 wkwk
Yang bisa dibilang menginjak titik jenuh, dengan perkuliahan yang musimnya simulasi pembelajaran dan microteaching, yang kalau tidak ada dosen maka yang terjadi adalah formalitas, tampil asal, merasa sudah jago hal mengajar, padahal mungkin nol besar..
Apalagi ditambah, badan masih belum pulih sedangkan tugas tak mau tau, kudu beres. Jadilah ugal ugalan, rasa-rasanya lelah ngapain capek kuliah. Tapi ujungnya belum jelas arah.
Belum lagi magang yang harus di pikirin walaupun ini sebuah penindasan, karena memang pikiran dan tenaga rasa nya tidak 'terbayar' dari kegiatan itu.
#maafkan diri yang termakan teori Michel Foucault, yang memang secara kasar 'menyadarkan' bahwa ternyata ada sebuah penindasan dalam dunia (tenaga) pendidikan.
Kembali ke topik stalking..
Dengan harapan yang sudah hampa, dengan sisa asa yang tersedia..
Maka akhirnya dahaga menemukan telaga..
Tiba-tiba lewat satu repost IG tim @Tausiyahcinta
Foto yang di post adalah foto empat orang anak, memakai seragam merah putih lusuh, bahkan bukan merah putih lagi, melainkan merah krem kecoklat mudaan #adawarnagitu? Adaaa.. Dua diantaranya membawa keresek sebagai tas sekolah, dengan alas kaki sendal yang sudah kusam.
Ohh Allaah ternyata naluri calon guru MI dalam diriku berjalan normal, menimbulkan getar emosi mendalam. Caption yang 'menegarkan' menyertai foto itu..
Tanpa pikir panjang ku buka akun yang memposting foto itu @anggitpurwoto stalking, scrool... banyak foto serupa, yang tak lain adalah para murid SDN 4 Sungkung, Siding, Bengkayang Kalimantan Barat. Postingan dari anggota SM-3T (Sarjana Mendidik daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal) itu secara keras menampar. Iya! Menampar mental tempe ku yang ngasal banget cari ilmu, ngamalin ilmu dan yang males apalah apalah ini..
Secara tidak langsung, post ini menyadarkan bahwa tugas mendidik tak bercanda itu loh.. baik jangan jauh jauh ke Kalimantan, toh di Jawa saja masih ada yang seperti itu, masih banyak sekolah yang tampil 'dibawah'.. bisajadi itu 'sekolahku' 'sekolahmu'... oh miris ditengah mall yang gagah berdiri dikotamu namun masih ada sekolah seperti itu? Ada? Ada! Celingukan deh kalo lewat satu daerah pasti ada, sekolah dari tingkat TK-SMA yang seperti itu..
Okelah itu bukan tugas saya merenovasi, ya tugas pemerintah lah. Apalagi saya mah apa honorer dengan gaji dibawah rata-rata. Ngapain ikut riweuh. Mensejahteraan diri saja sulit apalagi mau belain kesejahteraan sekolah dan murid.
#pemikiranegois
Okeh, mengutip perkataan dosen pagi tadi. Justru itu, dengan gaji yang minimal, bukti kan bahwa kinerja kita maksimal. Karena yang dipertaruhkan adalah kepercayaan masyarkat kepada sekolah!
Baik, perlu diketahui, bahwa memang pendidik adalah pekerjaan yang serius, (kadang gaji main-main), berbeda dengan artis, (kerja main-main gaji serius).
Perbedaan yang sangat krusial nya adalah, guru kerja membangun akhlak anak, tapi artis kerja justru #takjarang merusak akhlak anak (nyontoin pacaran salah satunya). Intermezzo fakta..
Back to Topik..
Intinya adalah, khusus untuk calon pendidik, ingatlah khususnya untuk diri.. bahwa ilmu yang kau dapatkan dibangku kuliah adalah hak mereka juga, dia berhak menerima ilmu dari guru yang layak seperti dirimu! Semangatilah diri, dimana pun posisi saat ini. Terus berbagi! Terus menjadi orang yang patut diteladani!
Stop malas, ayo kerja keras!
Malu lah sama murid SDN 4 Sungkung itu. Yang jika sekolah harus berjalan berjam-jam hingga baju pun tak bersih lagi melawan medan.
Inilah jawaban 'kekalutan' selama ini. Yang titik lemahnya bahwa diri berada pada fokus kurang bersyukurnya..
Manusia pemegang peradaban!
Semangat memanusiakan manusia.. karena tanpa ilmu, semua makhluk tak ada bedanya..
Semangat mengejar profesi mulia! #pejuangtoga2018 😉
Tidak ada komentar:
Posting Komentar