Saya hanya menuangkan apa yang saya alami dan rasakan, maaf mungkin suatu saat saya pun bisa berpendapat lain tentang hal ini, atau hal lain yang pernah saya tulis disini. Sebab namanya juga manusia, yaa selama dia hidup dia akan terus belajar. Dan jika suatu saat saya justru berpendapat lain dari apa yang pernah saya tulis sebelumnya, doakan saja, semoga arah belajarnya pada yang benar.
Hijab Lebar-an
Hari Raya kemarin, saya tidak beli baju bedug, baju lebar-an, baju ied dan yaa whatever apapun namanya. Saya menantang hal ini pada diri sendiri. Ada apa dengan baju baru? Memangnya lebaran nggak akan jadi gitu kalo kita nggak beli baju baru?
Dan puncaknya adalah pertanyaan, bisakah saya tak membeli baju baru?
Saat Ramadhan saya didatangi seorang rekan sejawat, menanyakan "uang santai", pasca THR kami dibagikan. Dan tentu masih utuh saya bilang. Dan singkat cerita, karena rekan saya lebih membutuhkan uang tersebut, THR saya berpindah tangan. Oke, saya meresai empati, ibu rumah tangga, anaknya belum beli baju bedug. Bagaimanalah yang dia rasa.. sebab seusia anaknya itu saya pun selalu antusias menyambut sukacita hari raya, bukan ketupat opor dan sebagainya, tapi karena baju barunya, saya pernah bahkan sampai 5 pasang pakaian waktu itu, ditambah sepatu, tas, bandana, dan segala perintilannya, serba baru.. siasia.
Karena asbab kejadian itulah saya benar2 terbukakan jalan untuk mendaki tantangan saya.
Sekuat tenaga menahan!
Mama saya tranfer, THR kata dia, untuk anak dan cucunya. Dan Beberapa kali dia menanyakan, udah diambil uangnya? Udah beli? Gimana... daaan.... blablabla..
Saya benar2 tak berkeinginan. Bahkan, di akhir Ramadhan, baru kali ini saya benar2 merasa akan kehilangan. Semakin mendekati hari raya semua tetangga bergantian pergi berbelanja. Bahkan ada yang sampai 3 kali mondarmandir swalayan. Mengherankan. Berpanas dan berlelah2 saat puasa hanya untuk baju semata..?
Swa sosial media pun, bertebaran, bermacet dan bersesak dijalan, dipusat berbelanjaan.
Tapi begitulah fakta.
But, Sweet Moment is..
Saya berhasil melewati tantangan saya.
Lupakan cerita ini. Sebab akan ada cerita lain yang berbeda alur dan latar yang akan di sharing lagi.
Suatu saat saya pergi untuk membeli kain seragam PC IGRA, yang warna hijau muda, bak daun tunas baru. Lalu sedikit berbincang dengan karyawan tokonya.
Dari percakapan kami, saya mendapatkan informasi bahwa produsen tekstil lokal Indonesia sebagian gulung tikar, dan sebagiannya lagi terancam. Karena apa.. karena datang pesaing tekstil kita yang menawarkan harga yang lebih miring, China, katanya. Yaa, saya tak heran, di kota santri itu sebagian besar pemilik tokonya bermata sipit dan berkulit putih. Jadi tak harus anehlah jika mereka ada dan lahir dii Indonesia tapi bekerja sama dengan negara asalnya.
Yaa saya akuii, hari ini penjualan kain semakin meroket. Tau sendiri kan dahulu kalaa.. orang-orang bahkan artis sekalipun kayaknya pelit banget sama yang namanya kain, untuk baju. Sedangkan sekarang? Selain lebih teredukasi tentang pakaian yang sopan, kitapun tercerahkan dengan kehadiran Islam yang semakin dipahami dengan sempurna, sehingga menutup auratpun harus sempurna. Dan yaa, hijab syar'i katanya.
Kurang lebih dari 3 atau 4 tahun lalu yaa. Tren hijab syar'i ini semakin meroket. Dan saya pun menemukan beberapa distributor dan bahkan toko hijab yang murah meriah. Hanya dengan 40rb kita sudah dapat khimar/kerudung dengan kelebaran yang super. Itu ditoko.. lain lagi dari agennya. Jika dijual kembali harga bisa naik 200% apalagi menjelang lebaran. Menggiurkan.
Apalagi, saat ini jilbab syar'i pun
dipakai oleh semua kalangan, tua muda, kaya sederhana, berilmu awwam dan lapang.
Tapi..
Kembali terhubung argumen karyawan diatas.
Saya tak berbicara untungnya bisnis tekstil dan hijab saat ini. Karena pasti menguntungkan, apalagiii.. kita berhasil mendapat harga grosiran, agen bahkan jika langsung beli ke produsen, China.
Saya lebih tertarik dari sisi, "persaingan", tapi bukan persaingan dagang.
Coba saya ajak anda memutar otak. Pernah tidak berpikir bahwa jilbab syar'i ini justru membahayakan kita, Indonesia, Islam tentunya?
Bagaimana tidak. Sederhananya kain yang kita beli, bukan dari Indonesia. Karena saat ini produsen kita kalah saing dari mereka yang mematok harga miring.
Dan saya pun pernah terheran2, saya menjumpai salah satu khimar yang saya beli, dimana disalah satu sisi, label brandnya digunting, lalu disisi lain dijahit lagi dengan brand lain, yang namanya keChina2 an. Ah sudahlah mungkin hanya saya yang terlalu sensitif mendetail.
Tapi..
Karena kemurahan mendapatkan jilbab syar'i dan kain2 lebar lainnya, sangat memudahkan muslimah menutup auratnya dengan sempurna, tetapi juga membutakan mata mereka. Membutakan bagaimana?
Karena murah, sekali beli selusin buat sendiri.
Karena mudah, semaunya kapan saja belinya, terserah.
Mubadzir.
Sehingga tak jarang justru para muslimah lupa, apa hakikat berhijab sebenarnya.
Yang terjadi adalah sifat berlebih-lebihan. Tabarruj, Tabzir.
Kerudung menyerupai mukenah bahkan lebih, karena berlapis lapis.
Gayanya bermacam-macam, lebih menarik. Hiasannya? Kerlap kerlip Menambah cantik. Coraknya berbunga2 sedap dipandang mata. Warnanya membuat kulit lebih terlihat lembut dan indah, bak bidadari turun dari syurga.
Lalu apakah itu semua telah memenuhi syarat hijab yang sebenarnya?
Hijab adalah sesuatu yang harus menghijabi(menghalangi)mu. Mengahalangi dari pandangan laki2 ajnabi diluaran sana, yaa menghalangi dan melindungi kehormatanmu dari yang ingin merusaknya, bahkan hanya dengan pandangan.
Jadi kesan saya untuk saya sendiri.
Setelah berhijab, bukan tutorial gaya2 berhijab yang harus digali, tapi alasan berhijabnyalah yang harus lebih dipahami.
Setelah berhijab, bukan ragam hiasanya yang harus dikoleksi, tapi hijab yang menutup perhiasan dirilah yang harus dipahami.
Setelah berhijab, bukan ragam motif bunga2lah yang dipertontonkan, tapi bagaimana hijabmu itu dapat memuliakan.
Setelah berhijab, bukan banyaknya gamis yang dimiliki, tapi bagaimana benar2 mempermudah hisab lah gamis2 tsb dihari akhir nanti.
After all saya senang dengan perkembangan hijab syar'i saat ini. Hanya saja esensi penggunaan hijabnya lah yang harus samasama kita lebih pahami lagi.
Sudahlah, terimakasih sudah membaca curhat ini. Yang benar datang dari Allaah yang salah datang dari diri.
Wallaahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar